Oleh
A Ilyas Ismail
Alkisah, Sudrun
dikenal sebagai orang terkaya di sebuah negeri. Suatu hari, mendadak
ia sakit dan sekarat. Ia lantas memanggil satu per satu dari keempat
istrinya. Dimulai dari istri keempat, istri termuda yang paling
cantik dan paling dicintainya.
Pak Sudrun minta sang
istri agar bisa mati bersama-sama, sebagai bukti cintanya dengan
suami sehidup-semati,
sebagaimana yang telah diikrarkan bersama.
Tapi, sang istri menolak dan menyatakan hanya bisa menemani suaminya
selagi ia sehat. Sudrun pun kecewa.
Ia lantas memanggil
istrinya yang ketiga. Permintaan yang sama diajukan. Hasilnya,
istrinya juga menolak. Sudrun kemudian memanggil istri kedua dengan
permintaan yang sama. Sang istri menyatakan siap menemani Pak Sudrun,
tetapi hanya sampai di pemakaman saja.
Terakhir, Sudrun
memanggil istrinya yang pertama. Istri yang banyak disia-siakan dan
ditelantarkannya karena sibuk dengan istri-istrinya yang lain. Di
luar dugaan, istri pertamanya menyatakan kesediaannya menemani sang
suami, dari dunia hingga akhirat.
Kisah ini hanyalah
sebuah metafora, tetapi penting untuk direnungkan. Istri keempat
adalah simbol dari dunia. Dunia sangat menawan dan menarik hati bagi
kebanyakan manusia. Tapi jangan lupa, ia memiliki watak menipu dan
mengecewakan.
Istri ketiga adalah
simbol dari jasad (badan kasar). Ia bersama kita selama roh (hayat)
masih dikandung badan. Istri kedua adalah simbol dari harta dan
kekayaan yang kita miliki. Ia tak bisa dibawa mati. Istri pertama
adalah simbol dari kebaikan dan amal saleh kita. Dialah teman sejati
kita, sehidup-semati, baik di kala suka maupun duka.
Dalam hadis sahih
diterangkan bahwa setiap jenazah diantar ke pemakaman, maka hanya
tiga perkara yang ikut serta bersamanya. Dua perkara kembali lagi,
yaitu keluarga dan hartanya, sedangkan yang satu lagi tetap bertahan
bersamanya.
Para sahabat bertanya
kepada Rasul, "Wa ma al-wahid, ya Rasulallah?" (Apakah
gerangan yang satu itu, wahai Utusan Allah?) Rasulullah menjawab,
"Itulah amal saleh." (HR Bukhari dan Muslim dari Anas Ibn
Malik).
Karena itu, teman
sejati pada hakikatnya bukanlah suami, istri, anak, atau siapapun.
Teman sejati, tak lain, adalah kebaikan dan amal saleh yang dilakukan
secara tulus karena Allah. Inilah sesungguhnya makna firman Allah:
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS al-Kahfi [18]:
110). Wallahu a`lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar